Sabtu, 22 Desember 2007

JaY & Neng ~SomeOne

"Bagaimana kalo aku aja yang melamarmu ?"
Sejenak Néng terbelalak matanya mendengar omongan Jay, lalu tawanya
meledak.
"Ha..ha..jangan bercanda Jay", suara Néng melunak dan tiba-tiba bola
matanya berubah kembali menjadi sendu.
"Aku serius..", Jay menatap bola mata Néng, seolah hendak meyakinkan
bahwa dirinya benar-benar bersungguh-sungguh.
Néng mencari-cari seulas senyum nakal yang diharapkan muncul dibibir
Jay. Setelah itu ia akan mencubit Jay keras-keras, biar tau rasa.
Tapi tidak, Néng melihat sorot mata yang lain.
"Aku serius..", setengah bergumam Jay mengulangi kata-kata itu.
Dan jantung Néng tiba-tiba berdetak keras.



Percakapan siang itu benar-benar membuatnya tak bisa tidur.
Pikirannya benar-benar galau. Hujan yang turun deras dan udara
dingin yang mengigit, tak sanggup meredakan hentakan dihatinya.
Jay adalah `teman baiknya'. Orangnya enak diajak ngobrol, biarpun
sering terkesan suka banyol dan konyol, tapi lumayan buat tempat
berbagi cerita. Minimal, ada yang mendengarkan keluh kesahnya.
Banyak hal yang membuat Néng merasa cocok.
Kenal disebuah milis, lalu Néng diculik, istilah yang Jay bilang
kalo ngajak chatting. Bertukar poto bahkan akhirnya saling telepon.
Sebenernya Jay sih yang sering telpon. Biasanya malem-malem pas Néng
lagi asik nonton KDI.
Lagian ngapain telepon Jay, kan mahal pulsanya ! Mendingan Jay aja
yang telepon. Kalo lagi pengen ngobrol, kadang Néng yang suka
mancing-mancing biar ditelepon. Sengaja dimiskol, tapi kayaknya si
Jay itu tau aja kalo dipancing. Ditunggu-tunggu eh..engga antar pulang".
"Oh begitu.." Bram telepon-
telepon. Kasian deh. Tapi biar gimanapun, sebuah pertemanan yang
indah, walau cuma lewat kabel.
Tadi siang, sewaktu Néng siap-siap mau makan siang, eh beli baso,
Satpam ngasih tau kalo ada seseorang mencarinya. "Cowok !", katanya.
"Cakep engga ?", tanya Néng genit.
"Liat aja sendiri, tuh lagi berdiri diluar..", sang Satpam nunjuk
pake bibirnya yang monyong.
Seorang lelaki berdiri didepan kantornya. Perawakannya biasa,
rambutnya yang sedikit gondrong terlihat mengkilap diterjang
panasnya matahari, berkaca mata, tubuhnya dibalut celana jins belel
dan jaket kulit. Wajahnya .. ah ! dia membelakangi kaca.
Ragu-ragu Néng menghampiri sambil berharap-harap cemas. Jangan-
jangan yang mau nagih hutang. Tapi seingatnya engga ada hutang tuh.
Dan jantungnya tiba-tiba terasa copot ketika laki-laki itu
membalikkan badannya. Wajah yang sering dilihatnya. Wajah yang
sudah dikenalnya. Lalu ditatapnya wajah itu lekat-lekat.
"Jay..?", Néng setengah berteriak. Tak percaya kalo yang berdiri
didepannya adalah Jay. Jay yang ia kenal lewat gambar dan suaranya
lewat telepon. Kini sosok itu hadir. Nyata. Jay cuma tersenyum dan
merentangkan tangan bersiap-siap seolah hendak memeluknya.
"Genit ah!", kepalan tangannya ditonjokkan ke dadanya Jay. Jay
hanya tersenyum. Sejenak keduanya terdiam. Saling tatap. Setelah itu
tawa mereka berderai lagi. Beberapa karyawan yang lewat hanya
berdehem menggoda. Segera digamitnya lengan Jay, lalu diajak
berlalu, berjalan beriringan menuju taman.
"Koq engga bilang dulu kalo mau kesini ?", tanya Néng sambil
melirik. Tangannya membetulkan kacamatanya yang kedodoran.
"Kalo bilang-bilang mah bukan surprise dong…"
Siang itu mereka berdua makan disebuah warung baso. Engga jauh dari
kantornya Néng. Jay sampe nambah tiga kali. Bukan karena Jay doyan
baso, tapi Jay memang benar-benar kelaparan. Dari Jakarta cuma
sarapan segelas kopi di terminal. Itu pun Jay lupa bayar karena
harus nguber-nguber bis jurusan Bandung.
Mereka mengobrol seperti layaknya teman lama. Obrolan santai itu
mengalir dengan ringan, Mulai dari obrolan tentang baso, kota
Bandung, café, sampe cerita pacar dan soal jodoh. Tak terasa dua
jam sudah berlalu. Dan keriangan itu tiba-tiba tersedak, ketika Jay
mengucapkan kata-kata itu. Kata-kata yang tanpa sadar meluncur
begitu saja. "Bagaimana kalo aku aja yang melamarmu ?"
Kata-kata itu masih mendenging di telinga Néng, memaksanya untuk
tetap terjaga malam ini. Ada segumpal keragu-raguan yang menggelayut
dibenaknya, berat banget rasanya.
Diliriknya jam dinding. Jam dua dinihari. Kantuknya belum datang
juga. Néng lalu bangkit dari tempat tidurnya dan duduk didepan meja,
diambilnya bolpent dan kertas. Berpikir sebentar, lalu mulai
menulis :
Jay..
Kalau boleh aku jujur, sering aku berandai-andai, sesering aku
mencoba menepiskannya, Kadang berhasil, kadang pula tidak, karena
aku tahu betul kalo itu hanyalah sekedar bayangan. Bayangan yang
sungguh manis yang tak mungkin dapat kuiraih.
Tapi kupikir, biarlah mimpi itu tetap menemani malam-malamku,
menghangatkan rasa dinginku, mendekapku dalam kerinduan dan
membangunkanku pada kenyataan keesokan harinya.
Biarlah kita tetap begini, Tetap jadi teman dan tetap jadi sahabat
Lebih indah dan lebih hangat, tanpa ada beban, tanpa keinginan
apapun..
Aku yakin kau akan mencoba untuk memahami,
Seperti halnya aku mencoba untuk memahamimu..
Salam hangat,
Néng
Setelah dibaca sekali lagi, kertas itu dilipat, lalu diselipkan pada
lembaran buku agendanya. Besok kata-kata itu akan dikirimkan lewat e-
mail. Mudah-mudahan Jay bisa mengerti. Dan Néng yakin Jay akan
mengerti.
Malam sudah bergulir, diluar hanya tedengar gemericik hujan. Lalu
direbahkan tubuhnya perlahan dan pikirannya mulai menerawang.
Hatinya terasa sedikit lebih lega sekarang.
Sejak itu, Jay tiba-tiba menghilang. Messengernya tak aktif
lagi. Dimilis juga engga pernah nongol, bahkan hape-nya tidak bisa
dihubungi. Hampir setiap hari, siang dan sore, Néng menyapanya lewat
Messenger, tapi tidak berbalas. Seminggu, dua minggu, sampai tiga
bulan lewat. "Marah kali ya ?", Néng bertanya-tanya sendiri. Tapi
Néng tau betul, Jay tak pernah begitu. Sebersit kekhawatiran mulai
merambat di hatinya. Néng merasa ada yang tidak beres. Dan tiba-tiba
juga muncul rasa kangennya.
Hingga suatu hari..
Kriiing...
Hari Sabtu, hampir jam dua siang, Néng lagi beres-beres dikantornya
mau pulang, handphone-nya tiba-tiba berdering. Sejenak ditatapnya
layar handphone-nya, nomor yang masuk tidak dikenalnya.
"Halo..?", Néng menjawab pelan.
"Halo juga..koq lemes ? belon makan ya ? hi..hi..", suara diseberang
terdengar riang. Néng hampir terlonjak.
"Hai..! Jay ? Apa kabar ? dimana nih..kemana aja sih koq ngilang ?"
tanya Néng bertubi-tubi.
"Hei..hei, tenang cantik… kabarku baik-baik aja. Sori engga ngasih-
ngasih kabar, biasaaaa lagi banyak proyek nih !"
"Iya..tapi koq tiba-tiba koq ngilang begitu aja sih, jahat kamu !"
"Kangen ya..?, tanya Jay menggoda
"Ih..geer deh ! tapi..iya juga sih, ha..ha.."
"Aku engga tuh..engga kangen! Tapi..kuuuuangen..ha..ha.."
"Awas ya..!"
"Eh, aku lagi di Bandung nih sekarang"
"Lho..dimana ? koq engga nemuin aku ?, tanya Néng.
"Aku lagi di stasiun lho sekarang" kata Jay.
"Di stasiun Bandung ? baru dateng apa udah mau balik lagi ke
Jakarta ?"
"Dari pagi aku sudah keliling kemana-mana. Tadinya aku mau mampir ke
kantor kamu, cuman ada urusan sama seseorang, eh..janjiannya di
stasiun sini. Soalnya orangnya mau langsung ke Jakarta, gituuuu
ceritanya…"
"Trus..dari stasiun mau kemana lagi..", Néng memancing.
"Ya..terus balik ke Jakarta"
"Emang `ga kepengen ketemu sama aku ?", tanya Néng lagi
"mmm….pengen sih, tapi gimana ya…bisa engga kamu yang datang
kesini ?"
"Lho..koq aku sih yang nyamperin kamu, ada juga kamu yang jemput aku
dong.."
"Bukan begitu cantik, aku disini belom tau sampe jam berapa.
Orangnya aja belom nongol sampe sekarang. Trus..kalo aku yang
nyamper ke kantor, kamu udah mau pulang kan ? emang mau nungguin
disitu sendiri sampe sore ?"
"Kalo gitu, ke rumahku aja deh.."
"Ke Geger Kalong ? Aku engga tau jalan..lagian Geger Kalong kan jauh
dari sini.."
"Ya sudah kalo engga mau. Aku mau pulang aja !, udah ya..Dadaaah"
Tiit! Hubungan langsung terputus, menyisakan denging ditelinga Jay.
Di seberang sana, Jay tersenyum kecut, lalu menggeleng-gelengkan
kepalanya. Disulutnya sebatang rokok kretek, dihisapnya dengan
nikmat, lalu asapnya dihembuskan kuat-kuat. Seorang gadis diseberang
mejanya langsung cemberut sambil mengipas-ngipaskan tangannya,
berdiri lalu pindah ke meja paling ujung. Jay cuma melirik sekilas,
ah, engga peduli. Lagian sah-sah saja dia merokok, mejanya kan ada
di "Smoking Area" di restoran ini.
Satu jam kemudian, seseorang datang di meja Jay. Ngobrol sebentar,
lalu memberikan beberapa dokumen dalam amplop besar. Setelah
bersalaman, orang itu bergegas pergi dan langsung meloncat ke kereta
jurusan Jakarta yang hampir berangkat.
Jaya menghela nafas dalam-dalam. Dokumen dan buku agendanya
dibereskan lalu dimasukkan ke dalam ranselnya. Orange jus yang
tinggal setengah gelas diseruput sekaligus. Rokok dan pemantik tak
ketinggalan dimasukkan kedalam saku celananya. Ketika Jay mau
manggil waiter, pandangannya terbentur pada sesosok gadis yang
setengah berlari memasuki restoran.
"Néng. hi...hi...akhirnya datang juga", kata Jay dalam hati.
Néng agak tersipu ketika matanya tertumbuk pada Jay juga sedang
berdiri memandangi dirinya.
"Koq tau aku ada disini ?", tanya Jay sambil menghampiri Néng.
"Tahu dong, lagian masa janjian bisnis nunggunya di peron, kan engga
mungkin"
Jay tersenyum.
"Ya udah, makan dulu aja ya, kamu belum makan kan ?"
Néng menggeleng.
"Lho koq engga mau, kenapa ?", tanya Jay sambil tersenyum.
"Bukan engga mau, maksudku belum makaaaaan..", kata Néng gemas.
Jay terkekeh dan suasana kaku yang sempat hadir ahirnya mencair
kembali.
Sambil makan, Jay akhirnya cerita. Sepulang dari Bandung tiga bulan
yang lalu, dia mendapat tugas mendadak dari kantornya untuk pergi ke
Papua. Jay berusaha mengontak Néng lewat hape-nya tapi engga
nyambung-nyambung. Pas lagi nunggu pesawat di bandara, hapenya malah
hilang, entah jatuh dimana. Baru pulang dari Papua minggu kemarin,
untung sempet nyatet nomer hape Néng di kalender mejanya, sekalian
ada urusan ke Bandung makanya nelpon, kali-kali aja ada.
"Jadi kamu engga baca imel-imel aku dong ?", tanya Néng
"Imel ? Imel yang mana ? kapan ?", Jay kaget
"Dulu..sepulang kamu dari sini", kata Néng perlahan sambil menyedot
orange juicenya.
"Waduh..kemarin aku lihat, imelku udah dihapus semua, servernya
dibersihin sama orang IT, jadi aku juga engga tahu dapet imel
darimana aja"
"Masa sih ?"
"Iya, lagian isinya apaan sih, surat cinta ya ?" tanya Jay sambil
nyengir.
"Bukan apa-apa koq, lupain aja ! lagian isinya cuma nanyain kabar
kamu doang koq."
Saking asiknya ngobrol tak terasa matahari mulai tenggelam. Mereka
baru tersadar saat lampu-lampu di stasiun mulai dinyalakan.
"Lho..udah malem..", ujar Jay sambil tengok sana tengok sini.
"Iya nih, engga terasa ya", balas Néng
"Kamu engga dicariin sama mamah kamu ?"
"Ah engga, biasanya juga kalo malem minggu aku suka jalan-jalan dulu
sepulang kerja".
"Ke alun-alun ? Sendiri ?", tanya Jay menggoda
"Ya engga dong..ada temennya..enak aja," balas Néng
"Trus sekarang, engga dicariin tuh sama temenmu itu..?", tanya Jay
lagi
"Engga..janji hari ini aku batalin"
"Pasti gara-gara aku.." ujar Jay
"Engga juga sih, lagi males jalan aja"
"Ah masa..? Kalo aku ngajak kamu jalan-jalan gimana ?" tanya Jay lagi
"Lho bukannya kamu mau balik lagi ke Jakarta ? Mau naek kereta yang
jam berapa ? "
Jay menghela nafas sebentar, matanya dilemparkan ke luar. Seluruh
jalur kereta kosong semua. Antrian calon penumpang kereta
pemberangkatan terakhir sudah panjang, padahal loket belum dibuka.
"Aku antar kamu pulang ya.."
"Engga usah..aku bisa pulang sendiri, lagipula nanti kamu engga
kebagian kereta lho"
"Engga apa-apa, aku bisa naik bis. Malem dari sini, sampe Jakarta
kan pagi."
"Bener nih ?", tanya Néng ragu-ragu.
"Iya..", jawab Jay sambil melotot. Tangannya meraih ransel. Setelah
membayar makanan, mereka berdua keluar dari Stasiun. Dipintu keluar
beberapa supir taksi menawarkan taksinya sambil menunjukkan kunci
mobil, "Oom taksi oom..", tapi Jay menggeleng.
Sambil menyusuri trotoar, keduanya terdiam. Masing-masing larut
dalam pikirannya. Satu dua pengayuh becak yang berpapasan hanya
menoleh sebentar, lalu mengayuh lagi, menembus udara bandung yang
hangat.
Dua kali naek angkot, setelah menyusuri jalan Geger Kalong yang
panjang, akhirnya tiba juga didepan rumah Néng.
"Masuk yuk", kata Néng sambil membuka pintu pagar.
Jay melangkah masuk mengikuti langkah Néng, menapaki jalan berbatu
melintasi taman yang apik. Disepanjang pagar yang dicat putih,
berderet pot-pot bunga yang ditata rapi dan seluruh halaman dibalut
rumput yang hijau segar.
Tiba-tiba langkah Néng terhenti. Hampir saja tertabrak sama Jay yang
matanya lagi asik jelalatan.
"Ups !.."
Tanpa terasa, muka Néng terlihat berubah. Ada kecemasan yang tiba-
tiba menggumpal diwajahnya. Diteras rumahnya sedang duduk seseorang
yang kini sedang menatapnya. Tatapan menghakimi.
Lelaki itu duduk dengan menyilangkan kedua kakinya. Wajahnya tampan,
berkaca mata dan sorot matanya bening tapi tajam. Rambutnya yang
tebal terlihat basah. Pake Gel kayaknya. Celana jins katun warna
krem dan baju kemeja putih kotak-kotak berlengan pendek. Cukup modis.
Sesampainya di teras, tatapan matanya silih berganti antara Jay dan
Néng, sehingga membuat suasana berubah menjadi dingin. Jay
menurunkan ranselnya lalu dengan setengah membungkuk Jay menyodorkan
tangannya ke arah lelaki itu.
"Jay..", Jay memperkenalkan diri.
Lelaki itu tersenyum kaku menyambut tangan Jay.
"Bram..", suaranya terdengar berat, lalu mempersilahkan Jay duduk
di kursi yang satunya lagi, sementara Néng sambil mengendap-endap
bergegas masuk kerumahnya.
"Anda temannya Néng ?", Bram mencoba memulai percakapan.
"Betul mas..", Jay menjawab dengan hati-hati
"Teman kerja atau teman ..", Bram menggantung pertanyaan.
"Ng..teman lama mas..", Jay agak gugup ditanya begitu. Bola matanya
melirik ke dalam.
"Kebetulan saya lagi di bandung, tadi janjian ketemu, soalnya udah
lama engga ketemu, trus karena udah malem, ya udah sekalian saya
mengangguk-angguk.
Lantas dua-duanya terdiam. Masing-masing mencoba mencari bahan
obrolan. Tak terasa, bermenit-menit berlalu dalam kebisuan. Dalam
hati Jay mencoba menebak-nebak siapa orang ini. Kalo engga pacarnya
pasti tunangannya. Bapaknya sih engga mungkin.
"Ah..sialan..", dalam hati Jay menggerutu.
"Saya calon suaminya Néng", Bram seperti tahu isi pikiran Jay.
"Oh..", sejenak Jay terhenyak. Tebakannya hampir benar, tapi biarpun
begitu tetap aja Jay sempet kaget.
"Maaf Mas, saya engga tahu kalo Néng sudah bertunangan."
"Ya, saya baru sebulan yang lalu melamarnya dan...kami berencana
untuk menikah bulan depan ini. Nanti datang ya!".
Ugh! Jay tak mampu berkata-kata. Lidahnya tiba-tiba terasa kelu dan
kerongkongannya terasa kering.
"Iya mas…Insya Allah saya akan datang", suaranya terdengar bergetar.
Tapi dadanya lebih bergetar lagi, ketika Néng muncul dari dalam
rumah sambil membawa nampan dengan dua cangkir teh. Terlihat
cantik, dibalut dengan jilbab warna pink dan busana dengan warna
senada. Wajahnya tetap menunduk.
Ketika dipersilahkan minum, Jay langsung menyeruput teh manis yang
panas itu. Lidahnya langsung terasa melepuh. Tapi Jay engga peduli
lagi. Kursi yang didudukinya sudah terasa lebih panas dan hatinya
bergegas ingin segera melarikan diri dari suasana yang kaku ini.
"Maaf mas Bram, Néng, saya, engga bisa lama-lama disini. Saya mau
permisi dulu, mau kembali lagi ke Jakarta", Jay berdiri. Dibetulkan
ransel dipunggungnya. Bram juga kemudian berdiri, menyambut tangan
Jay dan menyalaminya.
"Okey, hati-hati saja di jalan. Terima kasih sudah mengantar Néng",
Bram berbasa-basi.
Jay hanya mengangguk kecil dan tersenyum. Lalu pandangannya beralih
ke wajah Néng yang terlihat kikuk.
"Aku pulang ya, Selamat atas pertunangan kalian .." suara Jay
hampir tak terdengar.
Néng hanya mengangguk dan tersenyum. Segumpal kekhawatiran terlihat
dari sorot matanya yang bening. Dan Jay cukup memahami tatapan itu.
Tatapan minta maaf.
Lalu Jay melangkah pelan, menuruni tangga teras, lalu menapaki jalan
berbatu dihalaman. Wajahnya tertunduk walaupun sebetulnya hatinya
memberontak ingin menolehkan wajahnya. Dan dua pasang mata
menatapnya dari ujung teras dengan dua makna yang berbeda. Sesampai
diluar pagar, Jay bergegas. Setengah berlari Jay segera berusaha
menjauh. Terhuyung. Kota Bandung semakin hitam dibungkus pekatnya
malam. Deru di jalanan tak mampu lagi meredam teriakan Jay
dihatinya, melantunkan lagunya Serieus Band, "Akuuuu juga
manusiaaa…..punya rasaaaa punya hati….."
-dul-






Photobucket NOvelette ini wid ketemu di GOOGle ..Tapi sumpah ga maksud buat jiplak ..wid mau kasi nama pengarang na tapi ga nemu2 Blogna yang dulu ,maaf Yah bagi yang nulis Novelette ini ..wid post karena suka dengan kisahna dan ga bermaksud apa@ :$ :D